KULTURNATIV.COM - Musik mampu sebagai jembatan untuk ekspresi yang dirasakan. Dengan latar belakang yang mempengaruhi hingga bagaimana gairah mampu tergugah melalui kata yang terdapat dalam lagu. Musik untuk sisi ini merupakan ekspresi sosial dalam perlawanan. Salah satunya adalah lagu 'Genjer-Genjer'.
Lagu 'Genjer-Genjer' yang seolah menjadi haram diperdengarkan dengan penyamaan makna ketika mendengarkan lagu Genjer-genjer otomatis dicap sebagai pro PKI, namun jika ditilik dari bagaimana pembuatannya dari kata-per-kata mampu menunjukan penderitaan yang dirasakan kala itu.
Muhammad Arief adalah seniman Using asal Banyuwangi yang menciptakan lagu Genjer-genjer pada masa penjajahan jepang, kala itu kesengsaraan yang dialami rakyat membuat ia tergerak untuk mampu mengutarakannya melalui lagu yang ia buat.
Baca Juga: Menilik Sejarah Pemilu Pertama Kalinya Tahun 1955 di Yogyakarta
Tumbuhan genjer yang awalnya hanya sebagai pakan ternak dan dianggap hama, mau tak mau menajadi lauk teman nasi untuk mengisi kosongnya perut.
Paring Waluyo Utomo dalam jurnalnya 'Genjer-Genjer' dan Stigmanisasi Komunis (2003), kondisi sosial-politik periode 1960-1965 diawalin dengan M. Arief yang bergabung dengan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) itu merupakan lembaga yang berafiliasi dengan PKI.
Gencar-gencaran saat itu PKI sedang melakukan kampanye dan menggunakan lagu Genjer-genjer sebagai identitas, pada tahun 1962 lagu Genjer-genjer juga dipopulerkan oleh Bing Slamet dan Lilis Suryani.
Baca Juga: Sejarah Penantian Panjang 32 Tahun Timnas Wanita Indonesia Kembali Berhasil Lolos Piala Asia
Kepopuleran itu lantas dimaksimalkan oleh PKI untuk menggembleng melakukan kampanye lewat lirik dari lagu sebgai represntasi perlawanan yang dirasakan masyarakat.