KULTURNATIV.COM - Peran makanan dalam keseharian mahkluk hidup sebagai kebutuhan biologis yang mendasar untuk pola menjalani hidup, makanan mampu menjadi pemersatu dalam lingkup sosial. Zaman dahulu makanan bukan hanya sebagai kebutuhan perut saja namun jauh dari itu, makanan merupakan alat untuk menukar barang bahkan makanan merupakan simbol dari status sosial.
Jalur perdagangan menjadi salah satu faktor penting dari terjadinya perpaduan budaya, identitas makanan merupakan suatu ciri atau karakter dari ke daerahan terkait. Kearifan yang tulus timbul dari bagaimana makanan itu diolah menggunakan bahan-bahan yang tersedia disekitar dan setiap daerah mempunyai karakter rasa yang berbeda.
Identitas adalah sumber yang penting untuk pemaknaan yang begitu kompleks, kuliner memberikan wawasan konteks yang terbilang penting mengenai, politik, ekonomi dan sosial termasuk juga budaya. Perkembangan kuliner di Indonesia tak ayal karena Indonesia merupakan negara yang begitu kaya akan bahan makanan juga menjadi jalur perdagangan dan unsur kolonialisme.
Baca Juga: Penghormatan Unik Kepada Bebek Saat Laga Klub Wigan Athletic Melawan Portsmouth
Bangsa asing mampu menjadi "pensil" bagi "kertas kosong" budaya makanan di Indonesia ini. Berbagai kuliner hasil akulturasi ini merupakan ciri dan identitas yang mutlak. Tidak bisa dipungkiri bahwa akulturasi mampu mengancam degradasi budaya asli yang ada di Indonesia, budaya orang pribumi pada masa lampau yang saat makan tidak menggunakan alat makan konvesional seperti saat ini hanya dengan tangan kosong yang sebelumnya sudah dibilas dengan air. Yang kini hal mungkin tergeser dengan sendok dan garpu atau mungkin budaya makan nasi yang dahulu di Nusantara lebih sering menggunakan umbi-umbian untuk makanan sehari-hari.
Daya serap budaya yang begitu luwes membuat beragam identitas yang baik untuk keberlangsung perkembangan makanan Indonesia, yang paling kentara adalah bagaimana Budaya Belanda mampu bersetubuh dengan budaya Indonesia yang menghasilkan beberapa makanan yang lezat dan kerap kita temui keberadaannya.
Semur contohnya, hidangan yang berasal dari kata Smoor merupakan hidangan yang dimasak melalui proses yang lama menggunakan sayuran dan daging yang direbus lama. Selain Belanda, Bangsa Tionghoa pun mempunyai andil besar dalam perubahan makanan di Indonesia, melalui padu-padan bahan rempah khas menjadi sebuah sajian yang mengesankan.
Baca Juga: Aksi Kamisan Bandung Peringati Hari Anti Penghilangan Paksa International
Bakso makanan andalan diberbagai cuaca menjadi hasil dari perpaduan budaya Tionghoa dan Indonesia dan bagaimana perjalanan Lumpia (chun jua/lun pia) yang saat itu (abad 19) ada seorang Tionghoa menetap di Semarang dan berdagang daging babi dan rebung yang dibalut, seiring waktu berjalan dan menikah dengan gadis tulen Jawa lambat-laun prosesnya ditambah karakter orang Jawa yang menyukai rasa dominan manis, alhasil dikenal hinggal Lumpia Khas Semaranng yang tersohor.
Seperti dalam buku berjudul Rijsttafel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial (1870 – 1942) karya Fadly Rahman “Alasan-alasan yang menjadi latar belakang modifikasi Rijsttafel adalah semata untuk membedakannya dengan kebudayaan Pribumi. Penekanan untuk membedakan budaya Barat dan juga Budaya Pribumi adalah gejala umum budaya Indis. Ini Adalah persoalan status sosial dana dikotomi budaya superior dan inferior yang masuk dalam perkara makan”.
Perpaduan budaya menjadi ancaman ketika tidak bisa menahan arus dengan bertopang kepada keteguhan terhadap asal-usul. Rijsttafel salah satunya, jika dalam harfiah berarti Rijst (nasi) dan tafel (meja) yang merupakan hindangan nasi atau mungkin kini biasa dipanggil prasmanan.
Baca Juga: Film Quo Vadis, Aida? Penyambung Lidah dan Bergerak Dalam Ketidakmungkinan
Juga menurut Pipit Anggraeni dalam jurnalnya yang berjudul “Menu Populer Hindia-Belanda Tahun (1901-1944) Kajian Pengaruh Budaya Eropa Terhadap Kuliner Indonesia” menyebutkan bahwa konsolial-budaya di Indonesia saat itu merupakan gambaran nyata adanya proses akulturasi, Indonesia mempunyai kesederhaan yang unik dalam budaya kulinernya. Melalui cita rasa yang beragam dengan masuknya bangsa Tionghoa, Eropa dan India kearifan dari makanan Indonesia berkembang dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Dalam perkembangannya pengaruh India terhadap kuliner di Indonesia terdapat dua periode, pertama saat bagaimana bangsa India masuk dan memperkenalkan bahasa Sansekerta dan kedua, Aceh dimasuki oleh Kesultanan Mughal di abad ke 15. Dari peristiwa sarat dengan hidangan yang mengandung santan dan pedas disertai bumbu-bumbu yang memiliki aroma yang kuat, kari dan gulai.
Artikel Terkait
Dua Sosok Wanita yang Mengubah Makanan Menak Menjadi Makanan Merakyat
Film Peanut Butter Falcon: Kegigihan Dalam Balutan Romantisme dan Tawa