Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang semakin memburuk, alih-alih memberlakukan Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah malah menyiasati dengan mengeluarkan berbagai peraturan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Akibatnya banyak masyarakat kehilangan alur nafkahnya karena tak dibiayai pemerintah. Sementara itu banyak yang masih terpaksa mempertaruhkan nyawanya di luar rumah, demi mengais pundi-pundi rupiah meski tanpa jaminan dan kompensasi yang jelas.
KULTURNATIV.COM - Sore itu kondisi Stasiun Bandung lebih sepi dari biasanya. Okupansi jumlah pengguna jasa PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada masa pandemi ini menurun drastis. Di parkiran pintu selatan, hanya terlihat beberapa porter dan sopir taksi online yang tengah duduk bersantai. Sepinya penumpang disinyalir akibat adanya pemotongan jadwal keberangkatan rutin.
Dadang (53), seorang porter, adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menggantungkan nasibnya di Stasiun Bandung. Ia merupakan bagian dari roda ekosistem PT KAI. Setiap harinya, Dadang mengkoordinatori 66 anggota porter untuk membagi jatah kesempatan menawarkan jasanya secara merata, silih berganti merujuk ke pembagian tugas yang sudah ditetapkan.
Semua berjalan sesuai poros, sampai diberlakukannya pemotongan jadwal keberangkatan akibat PPKM pada 5 Juli 2021 lalu mengakibatkan pekerjaan porter sepi peminat.
Sebelum masa PPKM, per hari Dadang bisa mendapatkan sepuluh jadwal keberangkatan KA Reguler Jarak Jauh untuk kemudian menawarkan jasanya mengangkut barang pada setiap penumpang. Pada masa PPKM darurat ini, PT KAI hanya menjalankan 1 KA Komersial Jarak Jauh, dan 2 KA Ekonomi.
Hal tersebut merupakan respons yang diberlakukan PT KAI terkait kebijakan pemerintah dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19. Sisanya dilakukan pembatalan jadwal termasuk KA Lokal. Karena hal ini, kemerosotan pendapatan pun sangat terasa oleh Dadang. Jika jumlah penumpang di hari-hari biasa berkisar antara 25 ribu hingga 35 ribu manusia, kini hanya tersisa sepuluh hingga lima puluh penumpang saja.
“Sempat satu hari, keadaan sepi, sepuluh orang porter tidak mendapatkan sepeser pun uang, sampai buat makan pun bingung,” ujar Dadang. “Bahkan, ada tiga anggota regu saya yang stres. Astagfirullah, saya sampai bingung,” katanya.
Di masa PPKM ini hanya ada dua keberangkatan kereta, yaitu Argo Wilis pada pukul 08.10, dan Turangga pada pukul 18.20. Pengurangan jadwal hari itu membuat seluruh anggota regu Dadang hanya diam melamun di sisi peron pada jeda waktu keberangkatan yang bisa dibilang cukup lama. Sisa waktunya ia gunakan untuk bersih-bersih sampah di sekitar stasiun.
Keadaan itu membuat sisi emosional para porter hancur. Sebagian anggota regu tak lagi mengharap apapun kecuali sepeser rupiah dari tip yang diberikan oleh penumpang. Sebagian lagi sibuk mencari upah tambahan di luar stasiun seperti mengangkut pasir. Bahkan Dadang juga memberi instruksi kepada anggota regu yang bertempat tinggal jauh untuk tidak usah berangkat ke stasiun.
Pasalnya, tidak ada jaminan akan mendapatkan uang dalam sehari penuh. Ada pun anggota yang tetap membandel, memaksa berangkat dari rumahnya meski terletak jauh di luar kota Bandung. Nahas, karena sepi penumpang maka tak ada sepeser pun uang yang didapat. Maka orang-orang ini pun terpaksa menginap di pelataran stasiun berhari-hari hingga berhasil mendapatkan kembali ongkos untuk pulang.
Kuswardoyo, Humas PT KAI Daop 2 Bandung membenarkan merosotnya okupansi penumpang tersebut. Menurutnya, kondisi ini berdampak pada hampir seluruh pihak, termasuk mitra-mitra toko di sekitaran stasiun yang berjualan makanan.
Ia juga menyatakan bahwa aset utama PT KAI ada di bagian Sumber Daya Manusia. Maka, sebagai komitmen perusahaan dan manajemen, tidak ada pemutusan hubungan kerja dengan semua pegawainya, demikian juga dengan pihak lain seperti porter dan keamanan.
“Di PT KAI ada beberapa jenis pekerjaan yang memang dikelola oleh pihak ketiga, yang artinya mereka ada di bawah naungan manajemennya sendiri, namun berkontrak dengan PT KAI,” kata Kuswardoyo via telepon, Kamis, (05/08) lalu.
“Dengan begitu, kami sebagai pihak manajemen membantu sebisa mungkin untuk meringankan beban mereka,” katanya menambahkan. “Bantuan yang diberikan berupa sembako dan kebutuhan kesehatan.”