KULTURNATIV.COM - Malam hari merupakan waktu untuk mencari rezeki bagi sebagian orang, termasuk bagi Soleh (49). Deru jalanan dari suara bisingnya kendaraan yang lalu lalang, sudah acap kali saat dirinya memulai jajakan dagangnya. Pria yang sehari-hari mengenakan kemeja polos ini akan mangkal di Jalan A. Yani, Kota Sukabumi, menjajakan ketan bakar. Mengangkut tanggungan dari rumahnya di Jalan Benteng dekat SMP 10 Kota Sukabumi, lalu jalan kaki sampai sekitaran Capitol Plaza, dan tanpa basa-basi langsung mempersiapkan dagangannya itu untuk bersiap-siap menyambut pelanggannya.
“Harus ramah sama pelanggan mah, jangan judes-judes, susah laku. Sok jamin.” Begitu ucapan dari beliau yang terus menempel di kepala saya. Bahkan sampai tulisan ini dibuat. Bukan cuma bualan, memang begitu sifat dan sikap yang beliau tampilkan saat kami mengobrol beberapa jam diikuti raungan kendaraan yang lewat.
Sambil mengibas-ngibas kipas agar ketan segera matang, ia bercerita bagaimana awal mula berjualan ketan bakar. Dulu ia merupakan pegawai di sebuah pabrik di Karawang, dan pendek cerita, ia dikeluarkan dari pekerjaannya. Bingung apa yang harus dilakukan, tidak sengaja ia melihat tetangga yang sedang membuat ketan bakar untuk dijual.
Ketir, ia melihat tetangganya mencampurkan ketan dengan beras. “Gak bener, kasian ke pelanggan kalo gitu. Gak murni kan jadinya,” ujar Soleh berucap. Lantas ia kepikiran untuk membukan usaha ketan bakar di Sukabumi. Tentu dengan bahan yang “murni” dan bumbu yang berbeda pula. Dari 2008 ia memantapkan diri untuk jadi penjual ketan bakar dan masih bertahan sampai sekarang.
Pelanggan Soleh tidak hanya berasal dari sekitaran Kota Sukabumi, bahkan dari ujung Kabupaten Sukabumi seperti : Cibadak, Parung Kuda, hingga Cikembar sering berkunjung untuk melahap ketan bakarnya. “Kalo malem Minggu rame, ngampar di sini. Tah disiapin,” ia menunjuk bungkusan plastik besar berisi terpal.
Saat menyinggung perihal pelebaran trotoran di sepanjang Jalan A. Yani, Soleh memelankan suaranya,”Siang mah gak boleh dagang di sini, suka diangkut satpol PP”. Sementara itu, rencananya jalur pedestrian di jalan A. Yani akan dibangun seperti Malioboro yang ada di Yogyakarta. Entah akan berujung mirip atau tidak, faktanya di sana masih menyisakan masalah. Salah satunya, akan dipindah kemana para pedagang yang selama ini telah berjualan di sepanjang jalan tersebut.
“Ngomongnya sih dipindah ke pasar pelita yang lagi dibangun, tapi kan tetep bayar. Lumayan lagi,” ucap Soleh yang tidak berhenti mengibaskan kipas butut dari bambu. “Tapi sejauh ini buat saya yang jualan malem mah masih aman, semoga aja.” Lanjutnya berucap.
Obrolan kami berakhir saat semakin ramai pengunjung yang datang, dan kalimat penutup dari beliau, “kalo tanggung jawab bayarin kit amah ok, mereka enak digaji, kitamah dagang, nyari duit. Kalo diem ya gak ada duit.”ungkapnya.